Gaji Maksimal Penerima Rumah Subsidi: Penjelasan Lengkap dan Klarifikasi Miskonsepsi
HarianJawa.com – Memiliki rumah sendiri masih menjadi impian utama bagi banyak masyarakat Indonesia, terutama di kawasan perkotaan yang harga lahannya kian melambung. Program rumah subsidi yang disediakan pemerintah menjadi jalan keluar bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk mendapatkan hunian yang layak dan terjangkau. Namun, pemahaman yang kurang tepat soal batas penghasilan seringkali menjadi penghalang dalam mengakses program ini.
Tak sedikit masyarakat yang masih ragu, apakah mereka memenuhi syarat untuk mendapatkan rumah subsidi atau tidak. Banyak yang merasa gajinya terlalu tinggi atau justru tidak yakin apakah penghasilan mereka tercatat dengan benar dalam skema MBR. Padahal, pemerintah terus menyesuaikan aturan batas maksimal gaji agar program rumah subsidi bisa menjangkau lebih banyak orang, khususnya di daerah padat seperti Jabodetabek.
Untuk menjawab kebingungan tersebut, pemerintah melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) telah mengumumkan perubahan terbaru mengenai batas penghasilan maksimal penerima rumah subsidi. Penyesuaian ini dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat urban saat ini. Berikut ini penjelasan lengkapnya.
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait atau akrab disapa Ara, baru saja menetapkan perubahan penting terkait batas maksimal penghasilan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang ingin membeli rumah subsidi.
Sebelumnya, batas gaji maksimal untuk MBR yang sudah menikah adalah Rp13 juta per bulan. Kini, batas tersebut naik menjadi Rp14 juta per bulan. Sementara untuk MBR yang masih lajang, batas gaji maksimal ditetapkan Rp12 juta per bulan.
Dengan perubahan ini, masyarakat dengan penghasilan antara Rp12 juta hingga Rp14 juta ke bawah kini bisa mengakses program rumah subsidi pemerintah.
Keputusan tersebut disepakati bersama oleh Menteri Ara, Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Heru Pudyo Nugroho, serta Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti, dalam pertemuan yang digelar di Jakarta pada Kamis, 10 April 2025.
“Kita sepakati untuk Jabodetabek: kalau lajang maksimal Rp12 juta, kalau sudah menikah maksimal Rp14 juta. Ini kabar baik untuk masyarakat,” ujar Ara.
Membuka Lebih Banyak Peluang Kepemilikan Rumah
Kenaikan batas gaji ini diharapkan mampu memperluas akses masyarakat terhadap rumah subsidi, khususnya di tengah lonjakan kebutuhan perumahan di kawasan perkotaan seperti Jabodetabek.
Menteri Ara menekankan bahwa kebijakan ini penting agar semakin banyak keluarga, termasuk buruh, bisa memiliki rumah dengan harga yang terjangkau.
Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, juga mengapresiasi langkah ini. Ia menilai bahwa tantangan dalam penyediaan rumah subsidi semakin besar karena keterbatasan lahan dan tingginya harga rumah vertikal.
“Rumah tapak sekarang makin sulit dijangkau karena lokasinya jauh dari pusat kota. Sementara rumah vertikal lebih mahal karena biaya konstruksi yang tinggi,” jelas Heru.
Sebagai contoh, harga rumah tapak berukuran 36 meter persegi saat ini sudah menyentuh angka Rp300 jutaan. Dengan batas gaji maksimal sebelumnya, yakni Rp8 juta, banyak calon pembeli kesulitan mencicil, apalagi untuk rumah susun.
Dengan batas baru Rp14 juta, segmen masyarakat yang bisa mengakses rumah subsidi pun menjadi lebih luas.
“Kalau batasnya Rp14 juta, banyak buruh yang mungkin bisa masuk ke skema rumah subsidi,” tambah Heru.
Komitmen Pemerintah untuk Perumahan Terjangkau
Kebijakan baru ini menjadi angin segar bagi program pemerintah dalam mengurangi backlog atau kekurangan pasokan rumah, terutama di wilayah metropolitan.
Selain membuka akses bagi lebih banyak masyarakat, kebijakan ini juga mencerminkan komitmen pemerintah dalam menyesuaikan program perumahan dengan kondisi ekonomi saat ini.
Penyesuaian batas penghasilan ini diharapkan bisa membantu lebih banyak keluarga Indonesia mewujudkan impian memiliki rumah layak, serta mendukung pembangunan kawasan hunian yang inklusif dan terjangkau untuk semua lapisan masyarakat.
Baca Juga: